Catatan tentang PP 46 tahun 2013, PPh khusus UMKM

Beberapa waktu lalu ada Wajib Pajak yang menanyakan tentang PP-46 tahun 2013, PPh khusus UMKM ini. Banyak dari mereka, bahkan mungkin pula dari rekan-rekan Seksi Ekstens yang lain yang masih belum sepenuhnya memahami aturan PPh khusus UMKM ini. Ini mungkin terjadi karena kewenangan konsultasi, pemindahbukuan (Pbk), dan Surat Keterangan Bebas (SKB) semuanya ada pada rekan-rekan Account Representative (AR), sehingga  rekan-rekan Ekstens kurang mempraktekkannya, namun demikian, terkait Kegiatan Pembinaan, edukasi dan pelayanan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi baru hasil ekstensifikasi, rekan-rekan Ekstens juga harus memahaminya. Inilah Catatanku, yang hendak aku share denganmu...


Wacana untuk mengenakan pajak khusus untuk UMKM sudah dimulai sejak tahun 2011. Baru terealisasi Juni 2013. Kenapa lama? Pada awalnya, ide pajak atas UMKM aneh. Sebagian menolak karena bertentangan dengan UU PPh yang mengatur bahwa Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan neto dengan tarif progresif. Semakin tinggi penghasilan semakin tinggi tarif. Terus, bagaimana pemerintah "menyiasati" wacana pajak khusus UMKM?



Pajak khusus untuk UMKM kemudian terealisasi dengan diterbitkanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 berdasarkan pada Pasal 17 ayat (7) UU PPh dan Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh. Berikut saya kutipkan peraturan yang dimaksud:


Pasal 17 ayat (7) UU PPh
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Penjelasan  Pasal 17 ayat (7) UU PPh
Ketentuan dalam ayat ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana diatur dalam ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak.
Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
......................................................................................
e. penghasilan tertentu lainnya;
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 4 ayat (2) UU PPh biasa disebut PPh Final karena memang pengenaannya bersifat flat. Tarif tunggal langsung dikalikan dengan penghasilan bruto. Keunggulan model flat adalah kesederhanaan cara menghitung pajak terutang. Sedangkan kekurangannya karena tidak ada istilah rugi. Tapi itulah produk manusia yang tidak pernah sempurna.

Sebelumnya, PPh Pasal 4 (2) berdasarkan jenis penghasilan, yaitu:
a. PPh Atas Hadiah Undian yang diatur dengan PP 132/2000
b. PPh Atas Jasa Konstruksi yang diatur dengan PP 40/2009
c. PPh Atas Sewa Tanah/Bangunan yang diatur dengan  PP 5/2002
d. PPh Atas Penjualan Tanah/Bangunan yang diatur dengan PP 71/2008
e. PPh  Atas Bunga Obligasi yang diatur dengan PP 16/2009
f. PPh Atas Diskonto SPN yang diatur dengan PP 27/2008
g. PPh Atas Bunga Tabungan dan SBI yang diatur dengan PP 131/200
h. PPh Atas Penjualan Saham milik modal ventura yang diatur dengan PP 4/1995
i. PPh Atas Penjualan Saham di Bursa Efek yang diatur dengan PP 19/1997

Dari daftar diatas terlihat bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh lebih banyak mengatur JENIS penghasilan. Belum ada yang mengatur kelompok Wajib Pajak. Tetapi PP 46/2013 mengatur kelompok Wajib Pajak yang memiliki omset dibawah Rp.4,8 milyar. Artinya, baru kali ini ada PPh Final atas kelompok Wajib Pajak. Itulah kenapa tahun 2011 wacana pengenaan "diskon" pajak dianggap tidak mungkin dan aneh. Paradigmanya, yang diatur jenis pajak :-)

Walaupun demikian, PP 46/2013 menurut saya tidak menyalahi maksud Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Tujuan pengenaan final bisa dilihat di bagian penjelasan:
Sesuai ketentuan pada ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Namun, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
  • perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
  • kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
  • berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
  • pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
  • memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter,
atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
"Kesederhanaan dalam pemungutan pajak" kemudian dibunyikan dalam bagian menimbang PP 46/2013 dengan bunyi, "untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu". Inilah tujuan PP 46/2013.

SIAPA UMKM?

Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan omset UMKM sebagai berikut:
a. Usaha Mikro omset sampai dengan Rp.300 juta
b. Usaha Kecil omset Rp.300 juta sampai dengan Rp.2,5 milyar
c. Usaha Menengah omset Rp. 2,5 milyar sampai dengan Rp 50 milyar


Lantas darimana angka omset Rp 4,8 milyar? Kemungkinannya karena memperhatikan batasan omset yang mendapatkan fasilitas diskon tarif 50% di Pasal 31E UU PPh. Omset Rp 4,8 milyar kemudian menjadi batasan di perpajakan untuk UMKM. Jika kita baca alasan penambahan Pasal 31E UU PPh memang fasilitas ini untuk UMKM.

Tidak semua Wajib Pajak yang memiliki omset UMKM dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%. Ada Wajib Pajak yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas PP 46/2013.  Wajib Pajak yang dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%, yaitu:

a. Wajib Pajak Orang Pribadi, dan
b. Wajib Pajak Badan, kecuali BUT yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun.

Sedangkan Wajib Pajak yang tidak dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%, yaitu:
[a.] Wajib Pajak berbentuk BUT;
[b.] Memiliki omset lebih Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun;
[c.] Memiliki jenis penghasilan yang  telah dikenakan PPh Final, seperti: jasa konstruksi, sewa, bunga;
[d.] Memiliki jenis penghasilan sasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:

  • [d.1.] tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
  • [d.2.] pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  • [d.3.] olahragawan;
  • [d.4.] penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  • [d.5.] pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  • [d.6.] agen iklan;
  • [d.7.] pengawas atau pengelola proyek;
  • [d.8.] perantara;
  • [d.9.] petugas penjaja barang dagangan;
  • [d.10.] agen asuransi;
  • [d.11.] distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
 [e.] Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan tempat yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan;
[f.] Wajib Pajak badan yang belum beroperasi.

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK Berdasarkan PMK NOMOR 107/PMK.011/2013 tanggal 30 Juli 2013

Penghitungan
  1. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
  2. Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.
  3. Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.
  4. Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
  5. Tarif PPh final adalah 1%
  6. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
  7. PPh Final = 1% x peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
  8. Apabila PPh telah dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas (SKB). Surat Keterangan Bebas diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
Penyetoran dan pelaporan
  1. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014. 
  3. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum pada Surat Setoran Pajak (SSP).
  4. Kode MAP dan Setoran : 411128-420
Sekian dulu ya, semoga ada manfaatnya.

download leaflet PP-46

Aturan Terkait pelaksanaan PP 46/2013 :
  1. Peraturan Menteri Keuangan NOMOR 107/PMK.011/2013 tanggal 30Juli 2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 42/PJ/2013 tanggal 2 September 2013 Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 Tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu
  3. PMK nomor : 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai  tanggal 20 Desember 2013. Dalam PMK ini, batasan pengusaha kecil dinaikkan, semula Rp. 600jt, menjadi Rp. 4,8 milyar.
sumber: pajak.go.id; ortax.org; pajaktaxes.blogspot.com; depkop.go.id; centroone.com; sjdih.depkeu.go.id

About Catatan Ekstens

Catatan Ekstens adalah blog pajak yang menjadi media kami dalam memperbarui pengetahuan perpajakan. Anggap saja setiap postingan pada blog ini sebagai catatan kami. Selengkapnya bisa cek "About" di bagian atas blog ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

24 komentar:

  1. pak, mau nanya. apabila kita setiap bulan sudah membayar pajak yang 1% dari omset kita, trus apakah nanti pada bulan 3 tahun depan kita masih harus buat surat laporan pajak?? karna sebelumnya saya itu pakai pph 25 dan akhirnya saya ganti ke pph final 46.
    kalau tidak kita laporkan yang tahunan itu bagaimana dengan kondisi nilai tunai kita di surat pelaporan tahunannya?? biasanya kan setiap laporan tahunan itu kita juga lampirkan nilai tunai kita. terima kasih pak

    ReplyDelete
    Replies
    1. SPT tahunan tetap harus dilaporkan pak...
      masalahnya mungkin di tata cara pengisian SPT tahunan tersebut.
      Formulir yang bapak gunakan adalah 1770.
      cara pengisian formulirny sebenarnya sudah pernah kami tulis di blog ini (judul Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 Tahun 2013 (Excel)), hanya saja masih menggunakan formulir yang lama. Namun pada prinsipnya sama saja. Agar lebih jelas, silakan bapak datang langsung ke KPP terdekat, jangan lupa bawa bukti bayar pph finalnya pak, agar sekalian bisa lapor SPT tahunannya.

      terima kasih

      Delete
  2. Pak, minta pencerahannya mengenai istilah peredaran bruto itu sebenarnya berarti apa ya? Apa yg dimaksudkan adalah penghasilan dari usaha? Karena jika dalam sektor dagang 1% dari omset atau penjualan sangat tidak wajar, jadi 1% pph itu dikalikan dengan total penjualan atau dengan penghasilan (penjualan setelah dikurangi hpp atau modal sebelum dikurangi biaya lainnya). Trims

    ReplyDelete
  3. informasinya sangat lengkap dan lengkip..hehheehe...

    http://www.mas-fat.com/2016/01/pp-46-tahun-2013-membayar-pajak-hanya-1-persen.html

    ReplyDelete
  4. yth bapak,
    saya memiliki usaha rumah makan kecil dengan penghasilan bruto kurang lebih 5jt/ bulan.dan ada beberapa pegawai. juga baru ini saya membuka cabang di kota lain.apa yang perlu saya bayar?pp 46 yang berati 1%x60 jt?hanya itu saja atau ada yang lain?
    bagaimana dengan warung cabangnya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. apakah disetiap cabang sudah diterbitkan NPWP Cabang? jika belum, silakan digabungkan seluruh omzetnya dan jika masih dibawah 4,8 M setahun atau rata-rata 400 jt sebulan kalikan 1% dari omzet tersebut.

      karena mempunyai karyawan, anda juga mempunyai kewajiban menghitung, memotong, membayarkan dan melaporkan PPh 21 karyawan anda. jangan lupa dibuatkan juga bukti potongnya (1721-A1)

      Delete
  5. pak bagaimana jika usaha yang saya miliki omset penjulannya hanya sebesar 100 juta setahhun? apa masih dikenakan tarif 1 persen tadi. adakah batasan nya misalnya dibawah 4,8 miliar setahun itu sampai berapa minimalnya. terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. tidak ada batasan minimal. berapapun omzetnya dikali 1%

      Delete
  6. pak saya mau tanya...
    saya baru buka toko bln mei 2015
    dan saya lupa untuk membayar pajak pp 46 2013 tiap bulanya yg mana 15 dari omzet
    bagaimana saya lapor spt tahunan wp op??

    ReplyDelete
    Replies
    1. dibayarkan dulu keterlambatan pembayarannya. setelah itu baru dilaporkan di SPT tahunan

      Delete
  7. Terima kasih banyak Pak atas pencerahannya.
    Mau sedikit bertanya lanjutan nih.
    Jika selama ini kita menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) berdasarkan Kep. Dirjen Pajak 536/2000, apakah harus beralih ke 1% omset pajak final juga? Jenis pekerjaannya warung makan. Saya juga memahami jika Kep Dirjen Pajak ini sudah diganti dengan Perdirjen Pajak 17/ 2015 yang mulai berlaku di tahun pajak 2016.
    Terima kasih banyak sebelumnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. jika masuk dalam kriteria sebgaimana tercantum dalam PP-46/2013 maka menggunakan perhitungan PPh final 1%.

      Delete
  8. Saran Koreksi UMKM
    Penghasilan 500 Juta s/d 100 Miliar PPh tetap 1% s/d 2%
    Penghasilan 100 Miliar s/d 500 Miliar PPh 0.5% s/d 0.75%
    Penghasilan 500 Miliad s/d 1 Triliun PPh 0.25%
    Agar pengusaha tidak takut bayar pajak.

    ReplyDelete
  9. pak mau tanya, jika usaha yang diterima diatas 4,8 m dikenakan pph final pasal 22 atas migas dan penghasilan lain < 4,8 m, apa itu dikenakan pph final 1% atau gimana terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas berdasarkan Permenkeu no. 154/PMK.03/2010 stbd. 244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22.
      Besarnya pungutan PPh pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:


      1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
      0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina,
      0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU.

      2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN.

      3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN.

      Sifat pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada penyalur/agen bersifat final, sedangkan selain penyalur/agen bersifat tidak final.

      Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP yang dikenakan lebih tinggi 100% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP (hanya belaku untuk pemungutan yang bersifat tidak final).

      Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).

      Delete
  10. malam pak, saya ingin bertanya sedikit tentang pajak. saya resign dari perusahaan akhir april 2015. dan menjalankan usaha bisnis online (jual tas) tidak pernah melaporkan spt tahunan 2015 dan tidak membayar pajak penghasilan. solusinya gimana ya? apakah saya akan di denda atas tidak lapornya spt tahunan 2015 dan penghasilan selama ini? dan cara daftarkan diri untuk bayarin pph final 1% gimana ya? mohon bantuan penjelasannya.

    terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah punya NPWP? Jika belum, daftar NPWP dulu. Jika sudah punya NPWP silakan hitung, bayar, dan laporkan SPT Tahunan 2015 anda.

      Agar lebih jelas, coba sisihkan waktu sebentar untuk konsultasi di KPP terdekat.

      Delete
  11. saya kondisi sekarang berkeluarga dan mempunyai 3 orang anak dan saya mempunyai uang cash yang saya gunakan untuk masuk ke pasar saham sebanyak kurang lebih 140jt dan uang tersebut saya peroleh dengan cara menabung sekitaran 12 tahun dan biarpun saya berpenghasilan kurang dari 72jt per tahun(yang harusnya masuk ptkp kan ya?) tetapi sewaktu saya datang ke kpp ternyata memang harus masih mengikuti tax amnesti dan dikenakan 0.5 %(saya jualan gorengan dan dimasukan ke umkm) dari total uang saya tersebut(tanpa dipotong ptkp) dan sudah saya bayar juga(sudah dapat tanda terimanya tax amnesti)

    pertanyaan saya : 1. benarkah saya harusnya tidak membayar pajaknya? sehubungan dengan penghasilan saya dibawah ptkp

    2. jika harusnya membayar pajaknya apakah juga seharusnya dipotong dengan ptkp terlebih dahulu? jika ya seharusnya berapa yang harus saya bayarkan?

    saya mohon dengan sangat agar bapak bisa memberikan saya pencerahan dan saya sangat mengharapkan balasan dari bapak mengingat ternyata per bulan saya masih diwajibkan setor 1% dari omzet saya(kurang lebih 40-50rb)

    atas semuanya saya ucapkan banyak terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 1. jika masuk umkm, pajak yang dibayarkan adalah PPh final 1% dari omset jualan (tidak ada PTKP). Tax Amnesty adalah hak, fasilitas, tidak diwajibkan. tax amnesty adalah fasilitas untuk manghapus siapa tahu ada penghasilan yang dulu belum dibayarkan pajaknya.

      Untuk mendapatkan amnesty, wajib pajak membayar "uang tebusan", dalam contoh anda sebesar 0.5% dari nilai bersih harta yang belum dilaporkan dalam laporan pajak (SPT) tahunan terakhir anda.

      uang tebusan ini bukan pajak. yang dipajaki adalah penghasilan (baik yang final maupun yang tidak).

      2. terjawab di nomor 1.

      Delete
  12. Hallo Pak
    Saya mau tanya ,
    Ada seorang yang baru buka usaha thn 2019 ukm kecil eceran dan pajak final 0,5%.
    Pertanyaannya :
    Omset sales setahunnya hanya 200 juta/thn. Dan pajaknya pph final 0.5% yang dibayar = rp.1 juta/ thn.
    Pada saat penyampaian spt, bagaimana melaporkan jumlah nilai tunai yang didapatkan melalui penjualan eceran (dimana keuntungan setiap barang yang dia jual ada 200% untuk per item barang).


    Contoh sederhananya begini:
    *Jenis usaha kode xxxx = ditentukan nppn nya 30%(sesuai perundangan jenis usaha dan daerahnya).
    Tuan B punya usaha setahun omset 200juta dari usaha jual bingkai.dimana setiap 1 bh bingkai tuan B mendapatkan keuntungan 200% (1bh bingkai modal rp.10.000, dijual rp.30000 sehingga pendapatan bersihnya rp.20.000/bh).
    1 hari rata2 penjualan sebanyak 50bh , sehingga total pendapatan nett nya setahun adalah:
    50bh x rp.20.000 x 30hari x 12bln = rp.360.000.000/tahun.
    *Biaya hidup(makan, anak, biaya listrik, biaya2 lainnya) rata2 sebulan tuan B adalah rp.8.000.000/bulan.
    Total biaya hidupnya per tahun = rp. 96 juta.
    Jadi keuntungan bersih yang didapat tuan B =rp.264.000.000.

    Pertanyaannya :
    Dalam pelaporan spt nya akhir tahun tuan B , dicatatkan pertambahan nilai tunai tuan B sebesar rp.264.000.000.
    Betulkah?
    Atau mesti dikaitkkan dengan nilai nppn jenis usaha yang ditentukan?

    Terima kasih

    ReplyDelete

Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya