Catatan tentang Pengusaha, Pengusaha Kecil, dan Pengusaha Kena Pajak

Catatan tentang Perubahan Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai ( PMK nomor : 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai  tanggal 20 Desember 2013 ).

PP-46 tahun 2013 adalah peraturan yang saat ini masih asyik jadi perbincangan. Memang aturan ini masih terbilang baru, karenanya banyak pertanyaan Wajib Pajak tentang PP-46 ini. Namun kali ini, maaf, penulis ga bermaksud untuk membahasnya karena penulis sedikit banyak sudah sering membahasnya. Lihat artikel terkait di bawah ya...


Kali ini penulis coba kupas tentang subjek pajak yang bernama Pengusaha Kecil. Adapun tulisan ini saya beri judul “Catatan Tentang Pengusaha, Pengusaha Kecil, dan Pengusaha Kena Pajak” dan harapannya semoga tulisan ini dapat memberikan tambahan wawasan secara umum kepada pembaca setia Catatan Ekstens serta sebagai arsip penulis.

1. Pengusaha

Pengusaha adalah Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :
a.       Menghasilkan barang
b.      Mengimpor barang
c.       Melakukan usaha perdagangan
d.      Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
e.      Melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean

Jika anda melakukan salah satu kegiatan tersebut di atas dalam rangka pekerjaan, maka dipastikan bahwa anda adalah seorang Pengusaha, bukan seperti saya ini yang cuman kuli. Namun pembaca mungkin bukan merupakan subjek Pajak Pertambahan Nilai karena peredaran usaha (omset) dalam satu tahun belum mencapai Rp. 4.800.000.000,- dan/atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Pengusaha Kecil

Sekedar merefresh dengan artikel  yang pernah saya posting sebelumnya, Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan omset UMKM sebagai berikut:

a. Usaha Mikro omset sampai dengan Rp.300 juta
b. Usaha Kecil omset Rp.300 juta sampai dengan Rp.2,5 milyar
c. Usaha Menengah omset Rp. 2,5 milyar sampai dengan Rp 50 milyar

Lantas darimana angka omset Rp 4,8 milyar? Kemungkinannya karena memperhatikan batasan omset yang mendapatkan fasilitas diskon tarif 50% di Pasal 31E UU PPh. Omset Rp 4,8 milyar kemudian menjadi batasan di perpajakan untuk UMKM. Jika kita baca alasan penambahan Pasal 31E UU PPh memang fasilitas ini untuk UMKM.

Dalam UU no.20 tahun 2008, Usaha Kecil omsetnya antara Rp.300 juta sampai dengan Rp.2,5 milyar, sedangkan pada UU PPh, untuk mendapatkan fasilitas diskon tarif 50% di Pasal 31E UU PPh batasan omsetnya 4,8 milyar.

Mari kita lihat dasar hukum yang menjadi  batasan omset Pengusaha Kecil yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai dan PMK nomor : 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai  tanggal 20 Desember 2013. Dalam PMK ini, batasan pengusaha kecil dinaikkan, semula Rp. 600jt, menjadi Rp. 4,8 milyar. Berlaku mulai 1 Januari 2014.

Tujuan Perubahan batasan pengusaha kecil tersebut adalah untuk mendorong wajib pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final sebagaimana didasarkan atas Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2013 yang telah berjalan sejak Juli 2013, dan tidak perlu khawatir lagi dengan efek perpajakan PPN-nya. Karena dengan naiknya batasan omzet ini, maka PKP dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dan memilih menjadi non-PKP  tidak diwajibkan lagi untuk membuat faktur pajak dan tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN.

Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Seperti dijelaskan di atas bahwa pengusaha kecil adalah bukan Pengusaha Kena Pajak, namun pengusaha kecil dapat menjadi pengusaha kena pajak apabila memilih untuk dikukuhkan  menjadi  PKP.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan  oleh pengusaha kecil terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai adalah :
1.  Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena  Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas tersebut.
2.  Pengusaha sebagaimana dimaksud di atas wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000,00

Poin di atas penting, karena apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan tersebut tidak dipenuhi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengukuhkan PKP secara jabatan. DJP dapat menerbitkan SKP/STP untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP terhitung sejak saat jumlah peredaran dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000,00

Contoh :
Pak Yudhi bergerak dalam bidang perdagangan Handphone, Laptop dan barang elektronik lainnya di BEC sejak 20 Januari 2014 terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. (Andai) Peredaran bruto selama tahun 2014 adalah sebagai berikut :
contoh omset

Berdasarkan data tersebut di atas, diketahui bahwa sampai dengan bulan Oktober 2014 omset Pak Yudhi sudah mencapai Rp. 4.805.000.000,- maka sesuai pasal 4 ayat (2) aturan tersebut di atas paling lama tanggal 30 Nopember 2014 pak Yudhi harus sudah melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Apabila Pak Yudhi tetap tidak melaporkan usahanya sampai dengan masa Desember 2014, maka sesuai pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), yaitu sejak masa Oktober 2014 sebagaimana contoh di atas tentu beserta sanksi-sanksinya.

Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3.       Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kecil yang telah melewati batasan seperti disebutkan di atas diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Dan sejak dikukuhkan maka Pengusaha Kecil telah menjadi subjek PPN yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :

  • melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • memungut pajak yang terutang;
  • menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan
  • melaporkan pemungutan, penyetoran dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir bulan berikutnya (SPT Masa PPN).

Namun kewajiban ini tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- kecuali  pengusaha kecil ini memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Apabila pengusaha kecil memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak, Undang-Undang ini berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.

Demikian sedikit catatanku, semoga bermanfaat...


Artikel Terkait :

Sumber : ortax.org; nusahati.com

About Catatan Ekstens

Catatan Ekstens adalah blog pajak yang menjadi media kami dalam memperbarui pengetahuan perpajakan. Anggap saja setiap postingan pada blog ini sebagai catatan kami. Selengkapnya bisa cek "About" di bagian atas blog ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

17 komentar:

  1. Alhamdulillah artikel sangat bermanfaat, semoga yg upload dpt Rahmat dari Allah SWT. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. amin. terima kasih telah "meninggalkan jejak" .

      salam

      Delete
  2. Mohon tanya, kewajiban apa thd pajak sehubungan dengan pendirian CV yg blm ada kegiatan namun sudah ada NPWP nya. Terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. lapor SPT masa dan tahunan meskipun nihil.

      Delete
    2. SPT masa misalnya PPh 21, PPh 25, PPN (jika sudah PKP)

      Delete
  3. Apakah PKP pada CV masih berlaku jika telah berubah statusnya menjadi PT? jika ya bagaimana merubah data PKP, jika Tidak bagaimana memperoleh PKP baru . trimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. perubahan bentuk badan dari CV ke PT, atas CV masih aktif sepanjang belum dilakukan penghapusan NPWP dan pencabutan PKP. PT diterbitkan NPWP baru, sehingga proses permohonan PKP pun harus baru juga.

      Delete
  4. Terimakasih artikel yg sangat membantu...

    ReplyDelete
  5. Mengapa pemerintah menaik-naikkan terus batasan non pkp dr 600 jt ke 4.8 m. Apakah ini tidak mempengaruhi keseimbangan harga antara harga yg kena ppn dan tidak. Pasti konsumen memilih harga yg murah dlm hal ini yg tidak kena ppn. Trims

    ReplyDelete
    Replies
    1. fungsi pajak salah satunya sebagai regulator atau alat untuk mengatur dan mengawasi aktivitas perekonomian.membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahagar pertumbuhan ekonomi,redistribusi atau pemerataan pembangunan bisa lebih cepat, dan menjaga stabilisasi ekonomi. Harapannya pajak dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat, membuka lapangan kerja yang luas, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahtreaan masyarakat sehingga juga akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak.

      Coba kita lihat dasar hukum yang menjadi batasan omset Pengusaha Kecil yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai dan PMK nomor : 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai tanggal 20 Desember 2013. Dalam PMK ini, batasan pengusaha kecil dinaikkan, semula Rp. 600jt, menjadi Rp. 4,8 milyar. Berlaku mulai 1 Januari 2014.

      Tujuan Perubahan batasan pengusaha kecil tersebut adalah untuk mendorong wajib pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final.

      Demikian. Terima kasih

      Delete
  6. Apakah saat pengajukan pkp trhdp cv yg blm ada kegiatan usahanya dan didirikan dirmh pribadi akan mendapatkn pkp?
    (tidak memasang papan nama usaha) apakah pengajuan pkp bisa saja ditolak?
    Apakah ada syarat khusus untuk dijadikan pkp?

    ReplyDelete
    Replies
    1. tidak ada ketentuan pajak yang mengharuskan CV harus diluar rumah pribadi sehingga boleh saja CV menggunakan alamat domisili sesuai alamat rumah pribadi.

      biasanya petugas akan meminta status alamat tersebut, jika rumah pribadi bisa ditunjukkan dengan bukti kepemilikan rumah tersebut. jika sewa akan meminta dokumen terkait sewanya.

      diterima dan ditolaknya permohonan pengukuhan PKP tergantung pertimbangan petugas, penolakan terutama jika tidak memenuhi persyaratan formal. silakan cek artikel kami tentang "tata cara pengajuan PKP" di blog catatan ekstens ini

      Delete
  7. selamat malam pak,
    Pertanyaan saya terkait tulisan diatas :
    1.apakah juga harus segera meng PKP kan CV yang baru beroperasi beberapa bulan tetapi omset sudah melebihi Rp.4.8Milyar? apakah boleh menunggu 1 tahun buku dulu baru mengajukan PKP?
    2. Jika CV Baru dalam proses pengajuan PKP ( tidak terbit2) diperbolehkan beroperasi dan apabila sudah terbit bagaimana perlakuan atas transaksi Non PKP sebelumnya? apakah diwajibkan membayar PPN?

    mohon penjelasannya.terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. langsung jawab ya
      1. tidak, setelah diketahui omzet lebih dari 4,8 m langsung ajukan PKP
      2. belum PKP, belum ada kewajiban PPN. atas transaksi sebelumnya tidak ada PPN.

      Delete
  8. Btw, infonya sangat bermanfaat 👍👍
    Makasih banyak ya 😊
    Semoga sukses. Barakallah. Aamiin...

    ReplyDelete

Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya