1 Juli, NIK Menjadi NPWP. Apa saja yang Berubah?

1 Juli, NIK Menjadi NPWP. Apa saja yang Berubah?
Opini: 1 Juli, NIK Menjadi NPWP. Apa saja yang Berubah?


Oleh: Rosina Dwi Rahadiani
(Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Pratama Bandung Cibeunying)

Catatan Ekstens - Sudah dua tahun berlalu sejak disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau yang dikenal dengan UU HPP pada Oktober 2021 silam, salah satu perubahan yang diatur disana adalah penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berjumlah 16 digit menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 15 digit yang selama ini dikenal masyarakat.

Berbagai penyesuaian baik secara ketentuan peraturan perpajakan maupun secara sistem yang digunakan nampaknya terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengakomodir perubahan tersebut. Dua aturan turunan pada tingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK-112/PMK.03/2022 dan PMK-136/PMK.03/2023) dan satu Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-6/PJ/2024) telah diterbitkan untuk mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan penggunaan NPWP dengan format 16 digit tersebut.

Tujuan utama dari perubahan tersebut tentunya adalah memberikan kemudahan, keandalan, dan kesederhanaan administrasi bagi para pemangku kepentingan, baik dari sisi internal pemerintah maupun dari sisi eksternal misalnya Masyarakat, badan usaha dan pihak lain.

Namun seperti lazimnya sebuah perubahan, berbagai pertanyaannya yang timbul diawal perubahan tersebut diberlakukan tentunya adalah sebuah keniscayaan. Jadi tidak ada salahnya jika saya ingin merangkum mengenai apa sajakah yang akan berubah setelah diresmikannya penggunaan nomor identitas perpajakan baru tersebut?

NPWP 15 digit tidak lagi digunakan


Nomor Pokok Wajib Pajak atau yang kita kenal dengan NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan dalam berbagai keperluan administrasi perpajakan. Jika selama ini NPWP yang kita ketahui memiliki jumlah digit sebanyak 15, maka mulai 1 Juli 2024 berubah menjadi:

  • 16 digit Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi wajib pajak orang pribadi penduduk Indonesia;
  • 16 digit NPWP (15 digit NPWP yang dimiliki sebelumnya ditambahkan dengan angka 0 diawal) bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, badan usaha pusat, instansi pemerintah, dan;
  • 22 digit Nomor Induk Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) bagi NPWP yang dahulu berstatus cabang.
Sejak tahun 2022, Direktorat Jenderal Pajak nampaknya juga terus aktif mengkampanyekan kepada masyarakat untuk segera melakukan validasi atas data perpajakan terutama data NIK wajib pajak. Kampanye bertemakan Pemadanan NIK dan NPWP, Validasi NIK dan NIK menjadi NPWP menjadi salah satu materi utama dalam berbagai kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan oleh DJP bagi secara langsung maupun di media sosial.

Penggunaan NIK menjadi NPWP juga sejalan dengan kebijakan Satu Data Indonesia sesuai Perpres 39 tahun 2019, tujuannya adalah terciptanya data administrasi pemerintahan efisien, handal dan dapat mendukung pengambilan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.

Selain itu, tentu saja memberikan kemudahan bagi Masyarakat karena bukankah lebih mudah mengingat satu nomor NIK untuk berbagai kepentingan administrasi daripada harus mengingat NPWP juga kan?


Perubahan Ketentuan Tarif Pemotongan PPh Orang Pribadi


Sebelum diberlakukannya ketentuan NIK menjadi NPWP, bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP berlaku ketentuan dikenakan tarif Pajak Penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang telah memiliki NPWP.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Dimana dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak, maka atas pemungutan PPh pasal 22 dan pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan tarif 100% lebih tinggi dan atas pemotongan PPh pasal 21 dikenakan tarif 20% lebih tinggi.

Dengan diberlakukannya ketentuan penggunaan Nomor Induk Kependudukan menggantikan NPWP orang pribadi sesuai amanat UU HPP, maka ketentuan tarif lebih tinggi bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP tersebut tidak berlaku lagi.

Jika seseorang menerima penghasilan dan belum melakukan pemadanan atau aktivasi NIK sebagai identitas perpajakan, maka pihak pemotong (pemberi penghasilan) tidak dapat melakukan kewajibannya untuk melakukan pemotongan pajak penghasilan dan membuat bukti potong atas orang pribadi tersebut dan dapat dikenakan sanksi.

Oleh karena hal tersebut seluruh pihak yang memberikan penghasilan dan memiliki kewajiban melakukan pemotongan PPh diharapkan dapat mendorong dan menghimbau orang pribadi penerima penghasilan untuk melakukan aktivasi/validasi atas NIK yang dimiliki.

Tidak Ada Lagi NPWP Cabang


Ketentuan terkait perubahan nomor identitas perpajakan juga diberlakukan bagi wajib pajak yang sebelumnya memiliki NPWP cabang sebagai nomor identitas perpajakan bagi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. NPWP cabang sebagai identitas perpajakan cabang tentu juga terkait dengan beberapa kewajiban perpajakan yang harus dilakukan secara terpisah oleh NPWP cabang tersebut.

Akan tetapi sesuai dengan PMK-112/PMK.03/2024 s.t.d.d. PMK-136/PMK.03/2023, NPWP cabang digantikan dengan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU). Dimana NITKU yang diberikan tersebut hanya menunjukan identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan pusat dan tidak memiliki kewajiban perpajakan. NITKU sendiri memiliki jumlah 22 digit yaitu diawali NPWP dengan format 16 digit dan 6 digit nomor urut sesuai yang diberikan melalui sistem DJP.

Jika telah diimplementasikan sepenuhnya baik secara sistem maupun secara aturan oleh DJP maupun pihak lain, maka kewajiban perpajakan yang selama ini dilakukan oleh NPWP cabang seperti kewajiban terkait PPN dan PPh potput (PPh pasal 21 dan PPh unifikasi) akan dilakukan secara terpusat.

Walaupun sesuai PER-6/PJ/2024, sampai saat ini DJP masih belum sepenuhnya memberlakukan penggunaan NPWP format 16 digit dan NITKU, sehingga yang berlaku secara sistem dan ketentuan perpajakan masih sama seperti sebelumnya.

DJP sendiri dalam PER-6/PJ/2024 masih memberikan waktu hingga 31 Desember 2024 bagi berbagai pihak untuk menyesuaikan sistem agar dapat mengakomodir identitas perpajakan dengan format baru ini sebelum sepenuhnya diberlakukan di tahun 2025. Jadi jangan sampai terlewat ya, segera lakukan validasi atas data perpajakan anda.

Disclaimer: tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Artikel ini pertama kali ditayangkan di Kumparan pada 15 Juli 2024


About Catatan Ekstens

Catatan Ekstens adalah blog pajak yang menjadi media kami dalam memperbarui pengetahuan perpajakan. Anggap saja setiap postingan pada blog ini sebagai catatan kami. Selengkapnya bisa cek "About" di bagian atas blog ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya