Catatan tentang Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Tindak lanjut PMK No.197/PMK.03/2013 Pencabutan PKP beromzet dibawah 4,8 Miliar (PER-12/PJ/2014) tentang Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan Atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2014
ilustrasi


Setelah pada artikel sebelumnya disebutkan tentang Perubahan Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sesuai PMK No.197/PMK.03/2013 yang sebelumnya Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) menjadi Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), yang berlaku mulai 1 Januari 2014. Inti dari peraturan tersebut adalah “Ketidakwajiban sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak / Wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN) yang beromzet dibawah Rp.4,8 Miliar per tahun”. Jika aturan sebelumnya mewajibkan omzet diatas Rp. 600 juta pertahun sebagai PKP, maka dengan peraturan ini diubah menjadi omzet dibawah Rp.4,8 Miliar tidak wajib PKP.


Hal ini tentu  menimbulkan banyak pertanyaan bagi wajib pajak yang omzetnya kurang dari Rp. 4.8 Milyar namun telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena sebelumnya mereka terpaksa menjadi PKP akibat batasan pengusaha kecil sebelumnya hanya tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Pun demikian bagi petugas pajak sendiri, akan banyak pertanyaan yang muncul terkait efek PMK No.197/PMK.03/2013 ini. Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul diantaranya adalah :

  1. Apakah tetap memilih menjadi PKP atau melakukan pencabutan pengukuhan pengusaha secara jabatan?
  2. Jika omzet diatas Rp. 600 juta tapi dibawah Rp.4,8 Miliar per tahun dan sudah dikukuhkan sebagai PKP, apakah per tanggal 1 Januari 2014 tidak wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN?
  3. jika mengajukan pencabutan PKP, apakah petugas pajak melakukan pemeriksaan atau verifikasi?
Sebelum dibahas lebih jauh, saya sampaikan dulu keuntungan dan kerugian bila menjadi PKP. Seperti kita ketahui bahwa setiap Pengusaha perlu memahami Hak dan Kewajiban perpajakan apabila pengusaha tersebut sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), adapun hak dan kewajiban tersebut diantaranya :

Hak setelah menjadi PKP

1.   Berhak melakukan pengkreditan Pajak Masukan (Pembelian) atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
2.     Berhak meminta restitusi apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran dan berhak atas kompensasi kelebihan pajak.

Kewajiban:

1.       Memungut PPN/PPnBM yang terutang
2.       Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
3.       Melaporkan PPN/PPnBM yang terutang

Apabila ditinjau dari sudut bisnis menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun memilih untuk tidak menjadi Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) memiliki konsekuensi masing-masing. Disatu sisi dapat menguntungkan disisi lain memiliki kerugian semuanya tergantung pengusaha memandang dari sudut mana.

Keuntungan Menjadi PKP

Beberapa keuntungan apabila wajib pajak memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) diantaranya adalah :

  1. Pengusaha dianggap memiliki sistem yang sudah baik dianggap legal secara hukum karena sudah menjadi PKP dan tertib membayar pajak.
  2. Menjadi PKP berarti perusahaan dianggap besar dan tentunya akan berpengaruh saat menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang tergolong besar.
  3. Dapat melakukan transaksi penjualan kepada Bendaharawan Pemerintah.
  4. Pola produksi dan investasi yang baik karena penyerahan BKP/JKP menjadi beban si penikmat (konsumen)
  5. Membantu Republik ini dalam penerimaan pajak (PPN) secara optimal
Kerugian Menjadi PKP

Beberapa kerugian apabila pengusaha memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak diantaranya adalah :

  1. Pembayaran pajak semakin besar, karena bagi wajib pajak Non PKP, perlakuan pajak masukan  akan merugikan apabila dibandingkan sebagai biaya.
  2. Mengurangi daya saing karena harga jual lebih tinggi, hal ini karena harus memungut PPN  dari lawan transaksi, apabila wajib pajak dikukuhkan sebagai PKP maka setiap penyerahan BKP/JKP  harus ditambah dengan PPN.
  3. Menambah kerumitan dan pengenaan sanksi yang lebih besar, kerumitan disini terkait dengan aturan pelaporan PPN yang makin hari makin banyak aturannya serta sanksi-sanksi terkait keterlambatan maupun kesalahan faktur.
Setelah mengetahui keuntungan dan kerugian menjadi PKP, Wajib Pajak dengan omset dibawah 4,8 milyar tinggal memilih, masih tetap sebagai PKP atau memilih mencabut PKP nya (menjadi non-PKP). Bagi yang memilih untuk non PKP, sekarang Wajib Pajak tidak perlu repot lagi mengajukan pencabutan Pengukuhan PKP karena berdasarkan PER-12/PJ/2014 tentang Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan Atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2014, Direktorat Jenderal Pajak akan secara aktif turun kelapangan untuk melakukan pencabutan Pengukuhan PKP secara jabatan atas Pengusaha Kecil PPN di tahun 2014.

Dalam pasal 1 PER-12/PJ/2014 ini disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan atas pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha kecil PPN dimaksud adalah PKP yang selama masa Januari s.d Desember 2013 melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak melebihi  Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Namun pencabutan tidak dilakukan apabila pengusaha kecil PPN memilih tetap sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Bahwa pencabutan secara jabatan didahului dengan proses verifikasi untuk memastikan bahwa jumlah peredaran bruto dan / atau penerimaan bruto PKP atas penyerahan BKP/JKP masa pajak Januari s.d Desember 2013 tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,-, adapun proses verifikasi diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal surat tugas diterbitkan sampai dengan tanggal laporan hasil verifikasi ditandatangani. Dan yang uniknya adalah bahwa semua kegiatan verifikasi jenis ini harus  selesai paling lambat akhir Agustus 2014. Proses verifikasi ini di lakukan oleh Account Representative (AR) dan pelaksana yang ditunjuk.

Apabila hasil verifikasi disimpulkan bahwa :

  1. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); dan
  2. Pengusaha Kena Pajak tidak memilih untuk tetap sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kepada Pengusaha Kena Pajak tersebut diterbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Apabila  kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya ternyata memiliki jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatalkan, dan proses pembatalan tersebut dilakukan  juga dengan verifikasi kembali.

Pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yang dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini:

  1. mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 dan perubahannya; dan
  2. dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 31 Desember 2014.


Setelah penjelasan tersebut diatas, maka pertanyaan-pertanyaan diatas bisa penulis jawab sebagai berikut :

1.  Apakah tetap memilih menjadi PKP atau melakukan pencabutan pengukuhan pengusaha secara jabatan? Pilihan tersebut bisa dijawab sesuai pertimbangan keuntungan dan kerugian bila menjadi PKP/non PKP sebagiamana disebut diatas.

2.  Jika omzet diatas Rp. 600 juta tapi dibawah Rp.4,8 Miliar per tahun dan sudah dikukuhkan sebagai PKP, apakah per tanggal 1 Januari 2014 tidak wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN? Jika sudah menjadi PKP maka wajib melakukan kewajiban PPN karena menurut UU PPN pasal 3A ayat 2 “PKP Wajib melaksanakan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN”, jika masih berstatus PKP maka pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN tetap berlaku. Untuk tidak melakukan kewajiban PPN, maka harus dilakukan pencabutan PKP dengan cara mengajukan permohonan pencabutan PKP atau setelah dilakukan pencabutan PKP secara Jabatan.

3.    Jika mengajukan pencabutan PKP, apakah petugas pajak melakukan pemeriksaan atau verifikasi? Bagi wajib pajak, proses “pemeriksaan” merupakan hal yang ditakuti mengingat proses ini menuntut kelengkapan dokumen transaksi keuangan dan merupakan sesuatu hal yang merepotkan. Menurut opini saya, setelah mencermati aturan lainnya (selain PER-12/PJ/2014)  sehubungan dengan proses pencabutan PKP, saya merujuk ke PMK 146/PMK.03/2012 tentang tata cara verifikasi pasal 2 huruf E “ mencabut pengukuhan PKP secara jabatan dan/atau berdasarkan permohonan PKP” maka proses pencabutan PKP dalam konteks ini dilakukan secara verifikasi. Proses verifikasi ini di lakukan oleh Account Representative (AR) dan pelaksana yang ditunjuk. Setelah tim verifikasi pajak mencabut PKP, maka wajib pajak tidak melakukan kewajiban PPN.

Demikian Catatan saya kali ini, semoga bermanfaat...

Download Formulir pencabutan PKP berdasarkan Per-20/PJ/2013 disini

About Catatan Ekstens

Catatan Ekstens adalah blog pajak yang menjadi media kami dalam memperbarui pengetahuan perpajakan. Anggap saja setiap postingan pada blog ini sebagai catatan kami. Selengkapnya bisa cek "About" di bagian atas blog ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

16 komentar:

  1. Maaf numpang tanya. Saya pengusaha (jual beli) alat elektronik. omzet masih sekitar 2M setahun.
    Selama ini bayar PP46 yang 1% omzet. tapi saya bingung, dengan adanya PP46 saya tidak perlu bayar PPN atas jual-beli barangkah? karena menurut yang saya baca, PP46 adalah pajak PPH. Tapi PPN sendiri berhubungan dengan omzet juga. Jadi bingung PPH dan PPN nya pengusaha itu kaya apa. sama kah?
    Satu lagi Pak. Kalau omzet saya sudah diatas 4,8M, saya kan tidak perlu bayar PP46. Lalu kewajiban pajak saya apa? sebagai PKP yg memungut PPN saja kah?
    trims buat artikelnya. ditunggu jawabannya.
    salam

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih kami ucapkan karena anda telah turut berkontribusi dalam pembayaran pajak.

      PP 46 tahun 2013 adalah PPh final (Pasal 4 ayat 2), dikenakan untuk pengusaha tertentu yang omzet selama setahun kurang dari 4,8 M. Jika setahun lebih dari 4,8M maka dikenakan tarif standar yaitu sesuai pasal 17 UU PPh dan tidak dikenakan final 1% lagi.

      Omzet anda 2 M. Jika anda adalah PKP, maka anda juga diwajibkan untuk melaksanakan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan berhak mengkreditkan PPN atas pembelian barang dagangan anda.

      Yang wajib menjadi PKP adalah WP dengan omzet > 4,8 M. omzet anda (2M) masih dibawah 4,8 M, maka anda dapat memilih, apakah masih tetap menjadi PKP atau meminta untuk dicabut pengukuhan PKPnya. keuntungan dan kerugian menjadi PKP seperti yang sudah kami jelaskan di artikel diatas. Bila anda memilih untuk dicabut PKP nya maka kewajiban terkait pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN tidak ada dan konsekuensinya anda juga tidak dapat mengkreditkan PPN atas pembelian barang dagangan anda.

      perbedaan antara PPh dan PPN adalah PPh pajak yang dikenakan atas penghasilan yang anda terima. Yang bayar adalah anda sendiri. sedangkan PPN yang bayar pembeli. anda hanya wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN tersebut.

      Delete
  2. Apa bisa wajib pajak PKP yg beromzet < 50 Milyar, melakukan transaksi baik sebagai PKP kepada mitra yg membutuhkan Faktur Pajak PPN dan melakukan transaksi PP46 kepada mitra yg keberatan dibebankan PPN; mohon sharing pendapat; Salam, Rudy

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih atas pertanyaannya.

      batasan wajib PKP adalah ketika omzet > 4,8 M dan anda sudah dikukuhkan sebagai PKP artinya sebagaimana telah disebutkan pada artikel di atas, maka anda berkewajiban untuk melaksanakan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN, baik terhadap mitra yang sama-sama PKP maupun yang bukan PKP.

      Demikian, semoga bisa membantu.

      Delete
  3. Trimakasih jawabannya..
    Didaerah Jawa Timur, ada perusahaan kawan kami yg SPT tahunan (2014) melaporkan dua pola, Pajak Penghasilan dihitung dari Omzet yg ber PPN karena mereka PKP serta juga melampirkan rekap peredaran bruto yg dibayar pajaknya sebesar 1% (PP46);
    Mohon pencerahan, jika ini berlanjut dalam transaksi 2015, apakah ini berpotensi melanggar aturan perpajakan? sedang AR di KPP tersebut membiarkannya.
    Sekali lagi terimakasih atas pencerahannya..
    Salam, Rudy

    ReplyDelete
    Replies
    1. seperti yang sudah kami singgung di atas, bila WP yang bersangkutan sudah PKP maka kewajibannya melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN, baik terhadap mitra yang sama-sama PKP maupun yang bukan PKP. Bila kewajiban ini tidak dilakukan maka Wajib Pajak tersebut dapat dikenakan sanksi.

      Bila yang bersangkutan sudah PKP, namun omsetnya masih dibawah 4,8 M, maka WP tersebut memang masuk skema PP-46 dan harus menyetorkan PPh 1% dari omzet. tapi tetap PPN nya dilakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan. bila tidak dilakukan, maka bisa dijadikan "temuan" tindak pidana perpajakan.

      Untuk SPT Tahunan PPh 2014, memang belum dilakukan tahap penelitian material. Saran kami, agar dilakukan konsultasi dengan AR yang bersangkutan, bila memang terdapat kekeliruan maka atas SPT tersebut silakan diajukan pembetulan, sebelum diajukan tahap lebih lanjut yaitu pemeriksaan.

      Demikian. semoga dapat membantu.

      Delete
  4. apa benar perusahaan yang memiliki omzet kurang dri 4,8 milyar tidak mendapatkan e-faktur?
    kebetulan kami dari perusahaan berupa rumah sakit merasa bingung dengan masalh e-faktur ini. perusahaan kami tidak memiliki e-faktur, jd waktu pemesanan obat ke perusahaan di tolak terus dikarenakan ga punya e-faktur dan NPWP ga berlaku.kemudian pihak kami mendatangani k kntor pajak sekitar wilyah kami mengenai e-faktur dan pihak kntor pjak menyatakan bhwa bagi perusahaan kami tidak usah memakai e-faktur krna perusahaan omzetnya kurang dari 4,8 milyar jd transaksi bsa dilakukan dg menggunakan NPWP. stlah itu kami pihak perusahaan mencoba transaksi lg tapi tetap di tolak dengan alasan masih sama harus pakai e-faktur

    ReplyDelete
    Replies
    1. yang berhak mengeluarkan faktur pajak (e-faktur) adalah wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Di artikel ini telah dijelaskan batasan yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP yaitu yang omzetnya melebihi 4,8 M setahun. bagi yang masih dibawah itu ada dua pilihan, mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak.

      Keuntungan dan kerugiannya pun sudah kami sebutkan diatas.

      Delete
  5. bila memilih PKP dicabut, kemudian kewajiban pajak apa yang harus dilapor?

    ReplyDelete
  6. jika kita sudah dikukuhkan sebagai PKP, kalau kita bertransaksi (menjual barang/jasa)dengan lawan yang belum PKP apa boleh menarik pertambahan nilai dari lawan kita? masalahnya, sy penyedia jasa software house akan bertransaksi dg sbuah perusahaan tapi ybs minta dpt mengeluarkan faktur. saya berkaca pada permasalahan diatas ibu (IIS AISYAH) , sdgkan Ibu tersebut adalah sebagai Pembeli bukan Penjual. Trims, mohon pencerahannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. anda sebagai PKP wajib mengeluarkan faktur, memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN meskipun lawan anda belum PKP. jika masih ada hal-hala yang belum jelas sebaiknya anda berkonsultasi langsung dengan AR anda.

      Delete
  7. Siang,,, Permohonan pencabutan PKP setelah 31 Desember 2014 menggunakan peraturan yg mana? Apakah verifikasi masih bisa dipake? Terimakasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. saat ini menggunakan PMK 182/PMK.03/2015. melalui pemeriksaan

      Delete
  8. Selamat malam. Kami pengusaha yg peputaran omset pertahun sekitar 4,3M jadi menggunakan pph final 1%. Posisi kami PKP.
    Mohon pencerahan:
    1. Kami membeli barang dari pabrik, dan diberikan pajak masukkan PPN10%. Bagaimana pajak masukkan ini terkait dengan pph Final 1%? Apakah wajib kita laporkan sebagai pengusaha PKP?
    2. Jika supplier kita kebanyakan home industri yg tdk mengeluarkan faktur pajak kepada kita. Bagaimana jadinya jika omset melebihi 4,8M? Dimana pasti pajak keluaran PPN10% kita kenakan, yg asumsinya pasti kami tanggung semua pajak keluaran karena tidak ada pajak masukkan yg bisa dikreditkan. Belum lagi persaingan harga di pasaran.

    Mohon pencerahannya. Kami masih awam mengenai detail perpajakan. Utk pph final 1% selama ini tepat waktu. Berhubung karena semua orang berusaha untuk maju. Kami kebingungan jika omset melebihi 4,8M, tapi tdk diiringi oleh pajak masukkan. Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. 1. PPN 10% dilaporkan di SPT masa PPN. kewajiban pelaporan ini melekat pada PKP. Pajak masukan tidak terkait langsung dengan PPh 1% karena dasar PPh 1% adalah omzet penjualan.
      2. yang bukan PKP tidak boleh mengeluarkan faktur sehingga tidak ada pajak masukkan. PPN itu dikenakan kepada konsumen (pembeli), jadi bukan anda yang menanggung PPN. anda hanya "diamanahi" oleh negara untuk memungut PPN dari konsumen kemudian disetorkan dan dilaporkan.

      Delete

Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya