Tim Penyuluhan KPP Pratama Bandung Cibeunying di Radio KLCBS tentang PPN KMS |
Catatan Ekstens- Berniat untuk membangun rumah atau gedung kantor Anda sendiri, tanpa mengandalkan tenaga kontraktor? Boleh-boleh saja. Tapi perlu diketahui bahwa meskipun Anda belum dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), sehingga belum berkewajiban untuk memungut PPN, boleh jadi ada PPN yang wajib Anda bayar atas kegiatan membangun tersebut. Karena dalam hal ini, Anda dapat dikatakan telah melakukan kegiatan membangun sendiri.
Bila dibandingkan dengan jenis pajak pusat yang lain misal saja Pajak Penghasilan (PPh) atau dengan saudara kandungnya yaitu PPN atas transaksi pemanfaatan/penyerahan barang/jasa kena pajak, jenis pajak yang satu ini memang kurang populer bagi kebanyakan orang. Orang akan angkat bahu tanda bingung atau geleng-geleng kepala tanda tidak paham apabila kita tanyakan tentang PPN KMS walaupun sebetulnya PPN KMS ini sudah 20 tahun sejak tahun 1994 sudah dijadikan satu pasal tersendiri dalam perubahan yang pertama kali atas Undang-undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 yaitu pada pasal 16 C.
Pada tahun 1994 dalam perubahan Undang-undang PPN pada Pasal 16C disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Mengapa PPN KMS perlu dibuatkan pasal tersendiri dalam Undang-undang PPN? Dalam penjelasan Undang-undang PPN disebutkan bahwa pertimbangan dikenakannya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang pertama yaitu sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan yang kedua yaitu untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estate atau yang menyerahkan pembangunan gedung kepada pemborong dengan pihak yang membangun sendiri. Namun ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas semua kegiatan membangun sendiri. Untuk mencegah pengenaan pajak terhadap konsumsi masyarakat yang berpenghasilan rendah, maka ditetapkan batasan yang dapat menghindarkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. Jadi oleh para penyusun perubahan Undang-undang PPN memang pasal tentang PPN KMS ini disiapkan sebagai jaring pengaman untuk menutup celah penghindaran pajak bagi wajib pajak yang dikenakan PPN.
Untuk menambah pengetahuan perpajakan Wajib Pajak tentang PPN KMS tersebut, maka Tim Penyuluhan KPP Pratama Bandung Cibeunying melakukan sosialisasi di radio KLCBS. Ini merupakan kali ketiga tim penyuluhan KPP Pratama Bandung Cibeunying melakukan Sosialisasi di Radio KLCBS. Acara yang dilaksanakan pada Selasa 13 Mei 2014 pukul 11.00-12.00 WIB ini membahas tentang PPN Kegiatan Membangun Sendiri. Tim terdiri dari Bapak Casmana Disastra (Kasi Ekstensifikasi Perpajakan), Bapak Moh. Cholid (Fungsional Penilai) dan Bapak Ecep Budiman (Account Representative). Kali ini kami coba untuk merangkum kembali tentang PPN KMS tersebut, untuk slide paparannya sudah pernah kami posting sebelumnya dengan judul PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS).
Definisi
Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) adalah PPN yang dikenakan atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan oleh orang pribadi/badan yang hasilnya digunakan sendiri/digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 16C UU PPN tahun 1984).
Landasan Hukum yang mengatur adalah PMK 163/PMK.03/2012 sebagai perubahan PMK 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN KMS dan Per-23/PJ/2012 stdd Per-25/PJ/2012 tentang Tata Cara Penetapan secara Jabatan atas Jumlah Biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan dalam rangka Kegiatan Membangun Sendiri.
Pokok Perubahan :
- Batasan Luas Bangunan dikenai PPN KMS semula 300 m2 menjadi 200 m2
- Tarif efektif semula 4% menjadi 2%
- Penyempurnaan enforcement, penetapan secara jabatan dengan dasar HSGBN (Harga Satuan Bangunan Gedung Negara)
Yang wajib diketahui tentang PPN KMS:
Subjek : Orang Pribadi atau Badan, tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan, melakukan Kegiatan Membangun Sendiri yang hasilnya digunakan sendiri/digunakan pihak lain.
Objek : Bangunan dengan kriteria :
- Batasan Kontruksi : ditanam/dilekatkan secara tetap di tanah/perairan, konstruksi terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja
- Batasan fungsi : tempat tinggal/tempat kegiatan usaha
- Batasan luas : minimal 200m2.
- Batasan Periode : Tenggang Waktu antara tahapan pembangunan tidak lebih dari 2 tahun dianggap satu kesatuan
Tempat terutang : Tempat bangunan didirikan (Lokasi Bangunan)
Saat Terutang : dimulai pada saat bangunan dibangun sampai dengan bangunan selesai (setiap bulan), pembangunan bertahap dianggap satu kesatuan (tidak lebih dari 2 tahun)
Tarif : 10% x 20% (efektif 2%) x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah
Jatuh tempo Pembayaran : maksimal tanggal 15 Bulan berikutnya
Jatuh tempo Lapor : Lapor akhir bulan berikutnya
Pengkreditan PPN : Pajak Masukan yang dibayarkan sehubungan dengan KMS tidak dapat dikreditkan
Pengawasan dan Uji kepatuhan : Penerbitan Surat Himbauan, Surat Teguran dan Kegiatan Verifikasi dan Pemeriksaan
Penggunaan Data Nilai Pembanding dalam rangka penetapan secara jabatan: menggunakan Nilai terendah Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
Tata Cara Pembayaran :
Penyetoran PPN KMS menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Ketentuan :
1. Kode MAP (Mata Anggaran Penerimaan) : 411211
2. Kode Jenis Setoran : 103
3. Wajib Pajak sudah ber-NPWP :
- KMS satu wilayah KPP dengan kode KPP di NPWP : NPWP diisi dengan NPWP wajib pajak tersebut
- KMS beda wilayah KPP dengan kode KPP di NPWP : di kolom NPWP diisi 00.000.000.0-kodekpp.000 misalnya 00.000.000.0-423.000, dan dikotak penyetor dicantumkan NPWP wajib pajak tersebut
4. Wajib Pajak belum ber-NPWP : kolom NPWP diisi 0+kode KPP KMS (lihat contoh poin 3.b) dan dikotak penyetor dicantumkan alamat penyetor
5. Pembayaran setiap bulan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya (10% x 20% x biaya yang dikeluarkan/dibayarkan (DPP))
Contoh SSP PPN KMS |
Pelaporan KMS:
Pelaporan KMS menggunakan SSP dengan ketentuan :
1. Wajib Pajak sudah ber-NPWP dan telah PKP:
- KMS satu wilayah kerja KPP dengan kode KPP di NPWP, menggunakan SPT PPN dan dilampiri asli SSP lb-3
- KMS beda wilayah kerja KPP dengan kode KPP di NPWP, menggunakan SPT PPN dan dilampiri copy SSP lb-3, asli SSP lb-3 ke KPP Pratama tempat KMS
- PKP terdaftar di KPP LTO, Khusus atau madya, menggunakan SPT PPN dan dilampiri copy SSP lb-3, asli SSP lb-3 ke KPP Pratama tempat KMS
2. Wajib Pajak sudah ber-NPWP dan Non PKP, Laporkan asli SSP lb-3 ke KPP Pratama tempat KMS
3. Wajib Pajak belum ber-NPWP, Laporkan asli SSP lb-3 ke KPP Pratama tempat KMS
4. Pelaporan paling lama akhir bulan berikutnya
Aturan Peralihan
1. Kegiatan membangun yang dimulai sebelum berlakunya PMK 163/PMK.03/2012 dan belum selesai pembangunannya berlaku PMK 39/PMK.03/2010
2. Kegiatan Membangun yang dimulai sejak tanggal 21 November 2012 berlaku PMK 163/PMK.03/2012
Bagi yang belum sempat mendengarkan sosialisasi tentang PPN KMS tersebut silakan klik tombol play berikut.
Bagi yang membutuhkan leaflet tentang PPN KMS silakan klik disini
Demikian, semoga ada manfaatnya...
Artikel terkait :
0 komentar:
Post a Comment
Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya