3 Insentif PPh untuk Wajib Pajak Terdampak COVID-19 Diperpanjang

Loket TPT KPP Pratama Bandung Cibeunying
3 Insentif PPh untuk Wajib Pajak Terdampak COVID-19 Diperpanjang

Catatan Ekstens
- Pemerintah memperpanjang pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) untuk wajib pajak terdampak COVID-19. Alasan perpanjangan insentif tersebut adalah mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 yang masih terjadi. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menuturkan, kebijakan perpanjangan itu diterapkan hingga Juni 2022.

“Pemberian insentif pajak ini diharapkan dapat memberikan dukungan kepada sektor tertentu yang membutuhkan sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional," ujar Neilmaldrin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.03/2022 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi Covid-19.

Baca juga: Hore! 6 Insentif Pajak Diperpanjang

Neilmaldrin memerinci, ada beberapa insentif pajak yang diperpanjang. Pertama, pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor untuk 72 klasifikasi lapangan usaha (KLU) berlaku sejak surat keterangan bebas (SKB) PPh pasal 22 impor terbit sampai dengan 30 Juni 2022.

Kedua, pengurangan besaran angsuran PPh pasal 25 untuk 156 KLU sampai dengan masa pajak Juni 2022. 

Ketiga, PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak penerima program percepatan peningkatan tata guna air irigasi (P3-TGAI) sampai dengan masa pajak Juni 2022.

Pengaturan lainnya dalam PMK itu adalah wajib pajak yang telah mengajukan SKB PPh 22 impor dan atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh 25 berdasar PMK-9/PMK.03/2021 harus menyampaikan permohonan atau pemberitahuan berdasar PMK itu untuk tetap dapat memanfaatkan insentif PPh 22 impor dan PPh 25.

Selain itu, pemerintah juga memberikan kelonggaran waktu penyampaian laporan realisasi atau pembetulan masa pajak Januari 2021—Desember 2021 berdasarkan pada PMK 9/2021 berupa PPh Pasal 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, atau PPh Final jasa konstruksi. Penyampaian laporan realisasi atau pembetulan tersebut paling lambat 31 Maret 2022.

Pemberi kerja, wajib pajak, atau pemotong pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu tersebut tidak dapat memanfaatkan insentif dimaksud. 

“Sementara itu, yang membuat laporan realisasi tersebut, meskipun tidak membuat kode billing, tetap dapat memanfaatkan insentif itu,” imbuh Neilmaldrin.

Baca juga: 

Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yakni PMK-9/PMK.03/2021 s.t.t.d PMK-49/PMK.03/2021, penerima insentif pemerintah disesuaikan jenis dan kriterianya.

“Dengan memperhatikan kapasitas fiskal Indonesia, pemerintah perlu melakukan penyesuaian jenis dan kriteria penerima insentif pajak secara lebih terarah, terukur, dan selektif dengan prioritas pada sektor yang masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah,” jelasnya.

Selain itu, penyusunan kebijakan ini telah melibatkan usulan dan masukan dari kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait. “Rumusan kebijakan dalam PMK ini adalah hasil kesepakatan dengan kementerian dan lembaga terkait sektor usaha yang diberikan insentif dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” pungkas Neilmaldrin.

Alasan Insentif PPh 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, dan Restitusi PPN Dipercepat Tidak Diperpanjang

Pemerintah tidak melanjutkan pemberian insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) kepada karyawan pada tahun ini. Insentif tersebut tidak diberikan lagi pada 2022 karena sudah ada fasilitas pajak pada UU 7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Pada UU HPP untuk penghasilan kena pajak terendah menjadi lebih tinggi yaitu senilai Rp60 juta," ujar Neilmaldrin.

Dengan batasan penghasilan kena pajak dengan tarif 5% yang naik dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta, lanjut Neilmaldrin, makin banyak masyarakat kelas menengah yang dapat menikmati batas bawah bracket yang lebih tinggi.

Baca juga: Ini 6 Ruang Lingkup UU HPP

Selain diperlebarnya lapisan penghasilan kena pajak dengan tarif 5% dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta, UU HPP juga memberikan fasilitas khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM, yaitu batas omzet tidak kena pajak.

"UU HPP juga memberikan keberpihakannya bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif final 0,5% dan memiliki omzet Rp500 juta setahun tidak dikenai PPh," ujar Neilmaldrin.

Sementara itu, khusus mengenai restitusi PPN dipercepat maksimal Rp5 miliar, pemerintah sudah mempermanenkan fasilitas tersebut dengan PMK 209/2021. Pemerintah menyesuaikan batas maksimal restitusi PPN dipercepat dari Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar. (HP)


About Catatan Ekstens

Catatan Ekstens adalah blog pajak yang menjadi media kami dalam memperbarui pengetahuan perpajakan. Anggap saja setiap postingan pada blog ini sebagai catatan kami. Selengkapnya bisa cek "About" di bagian atas blog ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Setiap komentar akan ditinjau terlebih dahulu. Pemilik blog berhak untuk memuat, tidak memuat, mengedit, dan/atau menghapus comment yang disampaikan oleh pembaca. Anda disarankan untuk memahami persyaratan yang ditetapkan pemilik blog ini. Jika tidak menyetujuinya, Anda disarankan untuk tidak menggunakan situs ini. Cek "disclaimer" untuk selengkapnya